Advertisment

Advertisement








Thursday, March 26, 2009

Revolusi Cinta - IV

Thursday, March 26, 2009


Hamparan kabut menutupi semua sisi-sisi gemerlapnya tatapan kerinduan mahabirunya kelopak teratai jingga pesona semua jiwa….Serasa ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu memberikan kenyamanan dalam bernostalgia palung geli gelitiknya cahaya sangar kumis mentari…
Angsa putih mencoba mengusik kebisuan hati nurani jiwa teratai….Perlahan penuh manja mengitari keelokan paras kelembutan kelopak birahinya…..Saling diam tiada terucap, saling tebar pesona, saling tanpa dinikmati, saling curiga tanpa dipungkiri menghiasi penebar maut rayuan menyentuh sepintas ujung lidah sang perih melontarkan jerih angsa putih di jantung jiwa…
Lembayung sutra bergariskan kata acak…amukan rasa menekan liar roda luka nanah jiwa…… jau merona basah dan beku bisikan butiran embun pelangi….tersayat sentuhan lenyapkan cinta sejati, kelopak warna mata bersanding peri…kosongkan makna geliat bibir nan sexi, membelai penuh tikaman pasti ragu fatamorgana lara yang di benci….
Dukungan dari para sahabat yang juga berberntuk kata-kata indah:
Rina pukul 22:40 tertaggal 02 juli 2007 “tak seorang dimuka yang lebih sengsara daripada orang yang dilanda cinta, meski mendapati cinta itu manis resanya, bila kekasih jauh ia menangis karena rindu, bila dekat menangis karena takut berpisah.
Afwan 22:44 tertanggal 02 juli 2007 “bila ketelusun hati tak lagi menjadi sebuah kepercayaan, bila kepercayaan tlah diabdikan, cinta sejati tidak lagi dihiraukan meski tanpa paksaan rasa cinta yang tak terbendung dapat menghancurkan rasa cinta itu sendiri, tetapi cinta yang tulus akan tetap abadi meski tak terbalas sekalipun, memang cinta tak harus memiliki, tetapi hati tidak dapat memungkiri betapa perih hati dan jiwa. Bila cintapun bertepuk sebelah tangan, tetapi aku nyakin hanya waktu yang dapat menjawab semua pertanyaan. Maaf aku bukan Khalil Gibran hanya kalimat yang tidak mempunyai makna di sugguhkan untuk revolusi cinta”.

Rina 23:13 02 juli 2006 “Mentari cerah tamparin bumi, hati yang marah mengapa ingin bernyanyi...kalau kita saling menghargai kitapun saling menyayangi.

Jika hati adalah istana maka cinta adalah singgasana, ketulusan adalah mahkota dan kebahagiaan adalah puncaknya…bila ada senoktah kejujuran dating dari lubuk hati paling dalam maka sejatilah sebuah cinta”

C’ribo 09:11 03 juli 07 “Bro... tiada kehidupan yang indah bila tidak ada cinta! Tapi cinta yang mana? Cinta keluarga, cinta persahabatan atau cinta-cinta karet? Yang lebih paranya cinta kelapa awak cinta dia ga apa-apa.” Gue dukung revolusi cinta bro..

Icha 17: 08 03 juli 2007 “Malam tak akan berarti tanpa sinar bintang yang setiap malam menemaniku…kau begitu berarti buatku, langkahmu sejalan dengan detak jantungku…kau selalu ada dihatiku yang paling dalam kasihku…LOVE U!

Mala 21: 23, 09 Agusutus 2207_Saat dirimu membuka mata….Sadarilah bahwa ada aku yang menantimu….Saat dirimu beranjak pergi ingatlah ada aku yang merindukanmu. Saat dirimu melangkahkan kaki ingatlah doa dariku…Saat terdengar kicauan burung itulah salam dariku.

Kulihat bintang bersinar menerangi malam, tetapi mala mini ku melihat bintang tidak hanya menerangi malam…bahkan bulanpun redup karena bintang yang begitu perkasa akan terangnya, sinarnya menerangi bulan dan sepinya malam.

Selayaknya sebatang lara kenari yang biasa menerima dan mendapatkan segala sesuatu walau sebutir sari madu kehidupan yang di suguhkan oleh akrabnya cinta, akan membias terpancarnya kecerahan, kemerahan raut lembutnya wajah. Dapat berdiri lantang, tegar begitu perkasa menjulang menembus tebal dan berbisiknya embun-embun malam, tiada meragu bernyanyi sepanjang waktu menghiasi kesempurnaan hadirnya roda perputaran cakrawala pada sisi-sisi genit dan ganasnya mentari lembutnya senyum rembulan menerobos langsung kelopak teratai jingga nirwana.

Alunan suara parau dan berat tertutup selimut tarian kanan kirinya pesona cemburu angin yang sekali-kali sengaja dating untuk menyapa dan merayu, goyangan erotis pucuk lara kenari mengisyaratkan betapa dahsyatnya gejolak darah yang ditimbulkan langsung oleh benturan-benturan riangnya nafas angin. Diterima dengan menyuguhkan keangkuhan kuatnya cekraman akar egois kehidupan lara kenari untuk dapat hanyut dan tenggelam dalam kotornya buaian asmara….

Dalam beberapa saat lara kenari mampu menghilangkan segala problema glamornya dunia dan menyatu pada gulungan tarian bersama Ayunya usikan buluh-buluh kerinduan, tanpa berpikir bahwa suatu saat angina akan mempersembahkan kembali kedahsyatan aroma buluh-buluh kerinduannya selara rayuan mistik fatamorgana jiwa cinta!
Bisikan ranting lara kenari menyeruak kesana kemari tanpa arah bagai jiwa kesurupan untuk tetap bertahan agar tidak jatuh lebih dulu kepelukan tarian maut penari latar, suara angin mulai tipis dan meredah berjalan sedikit menjauh untuk dapat memperhatikan apakah ada yang terkapar akibat mistik alunan rindu kemunafikan “ ternyata begitu banyak ranting dan daun yang terhempas dab hanyut dalam dekapan kelembutan buluh-buluh aromatic jiwa hingga lupa marwah diri lara kenari.

Setapak, setapak, setapak demi setapak harapan yang tiada terungkap, tiada terwujud tiada bermakna menggelanyut alam sadar serasa membimbing semangat untuk lari dari sebuah kenyakinan dan metamorfosanya kehidupan. Zaman ini, zaman lalu dan zaman yang datang telah menghadang seluruh barisan-barisan jiwa mati dalam meraih keinginan untuk bersamamu.
Seperkasanya mata elang memandang sepuh langit biru….seperkasa itu pula cakar dan kukuh mencengram lembut kerasnya nuansa kegetiran kehilangan….Mata memandang kaki mencengram tiada salin cemburu, tiada saling dengki, tiada saling meninggalkan tetapi saling berbagi keindahan.
Bila mata tajam elang mulai berkedip, maka kaki segera membuka diri……Sebagai isyarat akan segera mengarungi rimbunnya awan-awan hitam, untuk mengumandangkan bahwa jiwaku tertinggal di dalam darah dan jantungmu……
Sesepuh nirwana biru memang tidak sebanding dengan luas dan angkuhnya aromatic farpum egomu…namun mampu ditembus oleh tajamnya mata jiwa elang dalam kesendirian, membuktikan bahwa tajam dan pastinya rindu membuat mata jiwa elang tidak pernah terpejam dan keliru dalam menatap dimana getar tubuh sexymu berpijak, sembari menari menanti kidung pemuja datang jauh dari alam jiwa kematian.
Mala ; akademisi univa sumatera utara, karyawan _ Mengenalmu satu keinginan, mencintaimu satu kebahagian, hidup bersamamu satu impian, melupakanmu tidak mungkin aku lakukan…Dua insan satu persaan, dua kai satu tujuan, dua mata satu pandangan, dua tangan satu pelukan, dua jantung satu debaran, dua darah satu aliran, dua bibir satu ciuman, dua hati insan bersatu dalam jiwa cinta.
Semua mata burung dapat melakukan hal yang sama dalam memandang tak jemu perih cintamu bumi, semua burung dapat bernyanyi dengan suara merdu untuk merayu jiwa cinta mu…. Namun mereka tidak akan mampu bertahan untuk terus memandangmu karena mata jiwa cintamu ada dalam bayangan mata jiwa cintaku yang tersembnyi pada ruang-ruang kamar kemilaunya rindu hujan nirwana.
Cakrawala taman bunga begitu merintih mencari dalam jiwa diriku yang sepi….Melukis ke dahagaan seluruh ruas nafas dalam menanti berhentinya lamunan jiwaku dan jiwmu nan sejati….Walau mereka terkadang hilang hayal dan imajinsi akan kehadiran wajah jiwa yang di nanti…Hingga membuat semua harapan dan merelakan kuntum daun jatuh terkulai lemas atas sentuhan ujung bibirmu…sebagai protes kehangatan yang telah terkelupas oleh sehelai kuntum menawan pujaan air mata…Hingga tidak akan pernah pergi dan kembali….
Terkapar oleh genitnya jilatan api, memang akan perih dan geli….bernanah dan bau akibat goresan kibasan kepergian hatimu, luka goresan genitnya lidah api tidak akan membuat luka dan lara di sisi jantung cinta…Walau semua itu akan menjadi bekas tanda yang tidak bermakna. Semua itu tidak lebih berbahaya akibat terjangan api yang keluar dari seluruh pori-pori keelokan parasmu yang berhias pada satu cinta…. Begitu api yang sengaja menerpa jantungku sangat feminim tetapi menghanguskan akar-akar jiwa cinta kehidupanku dan melumatkan bangunan reotnya bangunan hatiku yang miskin papa…dan Mengeringkan butiran darah dalam urat-urat kecilku sehingga perlahan menjalar dan menenggelamkan bayanganmu dalam kotornya debu yang tidak berwarna dan bermakna.
Aku mampu menghitung hari samapai zaman ini beganti, aku mampu menghitung butiran bintang di langit biru…Aku mampu menghitung tetesan air hujan, aku mampu menghitung kemilaunya pasir di seluruh tepian pantai, aku mampu tidak bernafas dalam dinginnya air samudera…aku mampu menghadang jutaan banteng jantan di padang ilalang….aku mampu berjalan mengitari kerasnya bumi….”Namun aku tidak bertahan hidup bila jauh dari rindumu”
Sehelai rambut hitamu kini tidak pernah lagi aku belai, tidak pernah lagi aku kecup, tidak pernah lagi aku dapat melindungi dari siriknya debu jalanan, tidak pernah lagi aku lihat dengan senyum indah, mungkin sehelai rambutmu tidak akan berarti di mata dan kehidupanmu…”namun bagiku sangat begitu berarti dalam menjawab dan mencium kerinduan akan hadirmu di sisi jiwaku.
Sebutir tetes air keringatmu jatuh tanpa makna dalam nuansa romantik senja…bagimu setetes keringat tidak akan berarti dalam segala hal, namun nuansa sebutir tetesan keringatmu sangat berarti bagi gelora aromatik jiwa dan cintaku, karena tetesan sebutir keringat tubuhmu sangat berarti di relung penciumannku karena tetesan keringat indahnya tubuhmu dapat mendamaikan seluruh imajinasiku dalam pencarian hati dalam kerinduan terhadap cinta dan bayangangan naluri asmaramu.
Terkadang penyuguhan kata-kata terindah menjadi benteng dunia hanyal yang sangat mampu meneberkan pesona akan tetapi terkdang tidak mampu membawa jiwa ke tepian. Bila seorang insan telah menemukan sesuatu yang membuatnya lebih terasa hidup di dunia ini maka dengan tidak ragu-ragu akan menamparkan kata-kata yang begitu ngiris. Telah aku cari ribuan kuntum dari barat sampai timur tidak aku jumpai kelekokan paras secantik dirimu, aku telah mencari semua nafas sampai barat dan timur namun tidak aku temukan ruas nafas seindah milikmu, sudah aku cari waktu dari selatan dan tenggara untuk melupakanmu akan tetapi sedetikpun tidak aku temukan satu detik kesempatan yang dapat menghilangkan untuk terus mengingat suaramu.
Aku telah mencari semua lembaran kalimat-kalimat cinta hitam dan putih di arah barat daya dan timur tenggara namun yang aku temukan catatan memory terindah terbias dari ranumnya kata-kata lembaran senyumu. Sehingga akupun mengakui bahwa dirimu adalah harga mati buat cinta dan kehidupanku. Sungguh berartikan segala sesuatu yang ada padamu terhadapa keberadaanku? Aku mengatakan dengan segenap kesadaran jiwa tanpa sebuah paksaan dari siapapun bahkan pembuat jiwa “sangat berarti tanpa noda”.
Walaupun dalam memaknai semua lembaran-lembaran hitam dan putih syahdu kalimat-kalimat yang telah tersuguhkan telah mengalirkan ragu dari kedua lubang hidungku, mulut dan kedua telinga jasad ini, yang mana darah yang keluar telah bercampur nanah yang sangat busuk dan kental, inilah jasadku yang telah terdampar akibat hilangnya dirimu dari sisiku. Bila kamu meliahat dari mata sisian jiwa maka kamu akan melihat tubuhku akan berubah karena telah di ditumbuhi oleh kesedihan, kesusasahn, dan cobaan yang seluruh ruangnya telah di penuhi ulat-ulat dan belatung asmara yang sangat fatamorgana. Dan bila kamu menyentuh daging-dagingku dengan lentiknya jemari-jemari indahmu maka kamu akan menemukan daging-dagingku yang hancur termakan segala depresi jiwa tentangmu. Begitu juga seluruh ruas kulitku menjadi tersobek-sobek kasar lebih dari sobekan cakar-cakar malaikat maut namun tidak dirsakan oleh air mata sampai jasad dan sekarat nafas lapukku mengatakan “ wahai Jinggaku, tidakkah kau ingat masa-masa indah kala kita bersama? Dimana tubuhmu, dimana jari-jari lentikmu, dimana senyummu, dimana tanganmu, dimana wajahmu, dimana rambutmu, dimana bibirmu, dimana keningmu, dimana kaki eksotismu, dimana ragamu, dimana jiwamu, dimana cintamu yang telah sama-sama rela menangis dan tertawa dalam satu nuansa yang tidak dapat sirna sampai es kutup utara mencair, sampai mentari ingkar janji, sampai ribuan samudera kering kerontang, sampai jutaan gunung rata dengan rerumputan”.
Tiupan suara yang keluar dari ruas tenggorakan yang begitu putih kedahsyatannya mampu sejajar dengan tiupan sangkakala yang datang dari empat sayap penjuru pintu langit. Maka suara yang keluar telah mampu menggoncang penghuni tabir tulang-tulang rangkaku sehingga bila aku berjalan maka akan bergetar dan bergerak perahu nakal kenangan yang telah membatu. Bukan saja bibirku yang pecah-pecah akan tetapi langit-langit mulutkupun ikut pecah berserakan tanpa memandang apa dan dimana aku berada. Beitu terasa gumanan hati dengan kata yang begitu ngiris “aku benar-benar menginginkan setengah tubuhku, setengah nafasku bersatu dengan setengah ragamu dan berbaur dengan setengah geliat nafasmu agar aku dapat menghentikan kiamat duka asmaraku”.
Gunung cinta jiwa yang terbentuk dari kesederhanaan di dalam kegelisaan jantung duka semakin bermunajad izinkan aku untuk sesaat meratapi diriku atas kepergianmu dimana semua terpotret dalam satu bingkai manja kekuatan ragumu, begitu juga dengan lautan cinta jiwaku mengatakan munajad yang tidak mau mengerti akan semua ombak-obak kemunafikan, dimana kekauatan lautan kasih sayangku yang telah terbenam dan membanjiri seluruh ruang di hidupmu, mengapa dengan satu kibasan sayap burung gagak neraka mampu meleyapkan semuanya.
Kerajaan cinta yang memang aku bangun dengan ketulusan, kedewasaan, dengan darah cinta kita terasa kosing dan kelam, gelap dan berduri tanpa hadirnya sorang purti malaikat yang bersembuyi dalam ragamu, semua dinding yang terbuat dari senyum nirwana menjadi keropos di telan perlahan oleh kesunyian, atap-atap dan pintu langit kerajaan cinta yang aku bangun berjatuhan, bergelimpangan, terlempar karena jeritan desah hela nafasmu yang berat dan parau karena termakan oleh bayangan desah nafasmu yang aduhai.
Semua perabotan istana kerajaan cinta ini berubah menjadi usang dan berkarat yang tidak mampu lagi menopang seluruh arti dan kesetiaan yang tercipta hanya sebatas rambut yang di belah tujuh, sehingga piring makanan jiwa, gelas minuman kehangatan berubah menjadi piring dan gelas- gelas alam kubur.
Keteguhan akan sebuah ikrar dan janji terhadap cinta dan asmarammu untuk selalu memberikan yang terbaik, memberikan segala pengorbanan raga dan perasaan membuat aku sangat takut untuk menghianati walaupun kini kamu telah pertgi dari sisiku, aku sangat memahami sebuah dosa akan sebuah penghinatan ikrar suci atas nama alam bila aku pungkiri, sesungguhnya aku sanggup menerima hukuman untuk di seret ke dalam api yang berkobar dan yang tidak pernah padam bila menghinati ikrar cinta ini akan tetapi aku tidak mampu menghapusir semua ikrar tersebut. Karena terlalu indah untuk di hianati.
Perusakan janji sudah pasti akan membuat semua otot-otot dagingku, semua rambut-rambutku, semua urat-urat nadiku, semua kulit-kulitku, semua cahaya mataku akan lebih menjadi sebuah lubang sampah yang isinya lebih kotor dari kotoran manusia dan lebih busuk dari kotoran mansia tak berwujud. Yang lubang sampah tersebut terus meminta dari beberapa karakter dari semua pasangan kekasih “ke egoisan, keangkuhan, kemunafikan, dan semua yang bersifat perusak cinta kasih jiwa.
Mungkin kata-kata ini terlalu tinggi bagi siapa saja yang mendengarnya, namun bagiku kata-kata ini pantas untuk kamu miliki, mungkin bagi orang lain kata-kata ini terlalu mengada-ada dan di besar-besarkan untuk dirimu, akan tetapi bagiku sekali lagi memang pantas kata-kata ini bersanding manis di sisimu. Bahwa keindahan dan kebaikan hatimu yang telah memberikan aku kesempatan untuk mencintamu adalah sebuah ruang yang begitu suci, perasaan kamu bersanding dengan keindahan mutiara putuh, ragamu bersanding dengan yaqut merah, nafasmu rindumu bersanding dengan Zambrut yang hijau, jemarimu untuk menarikku dari kehinaan mata orang lain bersanding dengan Marjan merah dan kuning, senyummu yang menenangkan keangkara murkaanku bersanding dengan perak putih, kesabaran dirimu menerima semua olok-olokan manusia binal untuk terus menerima aku di sisian cintamu bersanding dengan emas merah, ketabahan dirimu untuk membimbingku dan menrima saran-saranku sebanding dengan intan putih, ketulusan jiwamu untuk membuka mata atas ketidakberdayaan hidupku sebanding dengan zambrut katulistiwa yang semuanya memiliki pintu dan jendela yang terbuat dari helai-helai air-air surgawi.
Namun semua itu kini membuatku mencari-cari dalam selaksa gelam rimba yang tiada ujung dan muara, akan tetapi semua itu tidak akan pernah membuatku menjadi lemah dan lunak, karena banyangan tubuhku telah berubah menjadi bayangan tubuhmu yang selalu ada walau tidak tertempa cahaya mentari. Sehingga semua bayangan itu tidak akan pernah pergi meninggalkanku sedetikpun. Walau aku tidak akan mampu menyentuh bayanganmu tetapi hati relung jiwaku sangat dapat memeluk lakak-lekuk bayangan tubuhmya yang berdiri tepat di belakangku yang semakin diam semakin seksi.
Kekuatan keteguhan atas keleburan raga dan naluri darahku telah membentuk dimensi kematian yang begitu banyak menelan butiran tanah hitam dan pahit, tanpa bisa menghalau sedikitpun dari bibir dan mulutku yang tengadah ke atas untuk sekedar memastikan bahwa pintu-pintu langit terbuka dan memberikan ribuan rintik hujan sebagai alat untuk pelepas dahsyatnya dahaga cinta dalam menghempaskan seluruh selir egoisme pribadi dalam mengahapus nanah biru yang terus melubangi pori-pori cakrawala impain hidup renta abadi.
Bangun dan berdiri untuk melakukan renovasi jiwa hati, memblokir semua dera keegoisan, meluruskan tulisan-tuliasan bermakan ganda, memutihkan suara dan deru nafas ketulusan terhadap semua mata cinta membuat tangan, jari-jari, kakai dan seluru anggota tubuh mengacungkan diri dengan gagah yang rapuh untuk terus merangkai satu ikatan makna kata, walaupun terhimpit oleh segulung awan mendung, terhela oleh getaran halilintar terus berusaha untuk dapat merekatkan sebuah kata yang suci, kata ini adalah “revolusi cinta” yang harus dapat merubah secara cepat akan perubahan cinta jiwa mata hati kearah yang putih dan jernih dalam nuanasa kepedulian akan runtuhan semua air mata sanga bidadari. Siapapun bidadari itu, bagaimanapun setatus bidadari itu, terbuat dari apapun tubuh bidadari itu, setinggi apapun perbedaan bidadari itu kata ini akan selalu ada buat penghapus derai air mata yang lahir dari kesenduhan, sehingga alis yang lentik tidak lagi akan pernah basah dan di aliri oleh jahanamnya kesediahan yang terbangun dari luka-luka kecil dan besar karena keangkuhan pongawa-ponggawa yang memiliki karakter senyum rahwana.
Sesaat senyum rahwana berganti dengan ketakutan menemukan bias cinta yang begitu halus dan lembut dari seoarang pengelana jiwa dengan menyuguhkan butiran hati yang telah menyatu pada kumpulan buih-buih embun yang di saring oleh ribuan kain putih sutra.
Semua itu terjadi pada keadaan dimana mentari sedang mengeluarkan sinar keemasan di ufuk timur yang kita selalu menerima keadaan atas keberadaannya tanpa ingin merubah apa yang kita lihat dan pandang, walau suatu saat sinar mentari akan tertutup oleh awan, bila kita menerima keadaan mentari yang tertutup awan dengan segenap rasa maka sinar yang kita harapkan hadir akan terasa ada dan tidak akan pernah hilang. Hal inilah cerminan yang mana kita dalam menjalankan cinta tidak perlu merubah keadaan belahan jiwa hanya karena ingin melihat apa yang diinginka sebuah egoisme pribadi.

1 comments:

Runya helend said...

Begitu indah nan menyentuh hati yang paling dalam,sungguh mengesankan karya tulismu sehingga aku tersentuh dan terketuk pintu hati ini.

Post a Comment

Pasang Iklan Bersiap Jadi Milyader »
Siap Jadi Milyader ? Disini Iklan Anda Berpotensi Di Baca Ribuan Orang, Dan Menghasilkan Milyaran Rupiah, Selamat Mencoba
http://tinyurl.com/ddycm4